my kids have dyslexia

So, this pandemic has thought me one thing about my kids 

my kids are dyslexic, yes both kids.

Di januari 2021, Dengan niat untuk mencarikan solusi pendidikan yang lebih tepat untuk anak kami, pergilah kami membawa anak perempuan kami ke psikolog anak untuk tes minat dan bakatnya. Sebelumnya, saya merasa ada yang 'off' dengan anak perempuan kami.. dia tidak tertarik sekolah, tidak tertarik menulis, membaca, dan berhubung sekolahnya adalah sekolah agama yang dia dituntut untuk menghafal surat-surat, kami lihat dia terbebani dan tidak enjoy sama sekali. Saya pun melihat perubahan sifat dari dirinya, yang dulunya ceria semakin hari semakin minder dan tidak responsif. Rasanya seperti hanya komunikasi satu arah, dan kalau tidak ditanya dia tidak mau menceritakan apa-apa.

Disela-sela tes bakat, saya menyampaikan keluh kesah saya. Ditanyakan oleh si psikolog "nulisnya suka terbalik ga bu?"...lalu saya ingat-ingat, iya memang dia suka tertukar antara b dan d. sudah berkali - kali latihan tetap saja tertukar. 

Disimpulkan kemungkinan anak kami disleksia, tapi belum ditentukan kategorinya dan seberapa mendalam disleksianya. Ketika saya menanyakan apa yang bisa saya lakukan dengan disleksianya, psikolog tersebut hanya menjawab "bu, disleksia itu tidak bisa disembuhkan. It's a part of her, jangan fokus dengan yang dia tidak bisa lakukan, fokus saja dengan kelebihannya". and that simple and nice answer made my heart relieved.

Dan untuk ketidaktertarikannya dalam bersekolah, si psikolog menjawab bahwa anak saya tidak cocok di sekolah yang banyak teori dan hafalan. Sebagai anak yang kinestetis, dia akan lebih tertarik di sekolah yang lebih banyak prakteknya..seperti science fair, music pratice, dsb, dimana tidak ada kegiatan seperti itu sama sekali di sekolah nya saat itu (kami akhirnya memindahkan anak kami di sekolah yang lebih cocok dan kemajuan dia dan ketertarikan dia bersekolah meningkat drastis).


So fast forward to last month, november 2021, saya mengunjungi dokter tumbuh kembang anak karena saya heran kenapa kedua anak anak saya yang sudah berumur 9 tahun dan 4 tahun belum bisa membunyikan huruf Rrrrrrrrr. Mereka tidak cadel, tapi setiap R dibaca dan dilafalkan dalam bunyi inggris "errr" instead of 'rrrr'.  Sedikit tips untuk anda yang mungkin membaca blog ini dan hendak mencari dokter tumbuh kembang, ada baiknya research dulu dokter tumbuh kembang mana yang sreg untuk anda. The doctor that i went to was a nightmare, she only take one look at my children and with a not so nice tone asked my daughter to write in front of her. Anak laki-laki saya, yang memang tidak bisa diam, dilihat dengan judesnya dan disodorkan mainan kayu tanpa penjelasan lebih lanjut.

Yang terjadi setelahnya, dia mendiagnosis kedua anak saya Dyslexia sedang dan dengan ADHD. 

Anak pertama saya dikatakan tidak mampu menulis dengan baik untuk anak yang seusianya. Anak kedua saya dikatakan tidak bisa berbicara dengan jelas untuk anak seusianya. Anak kedua saya masih bisa melakukan terapi, tapi dokter nya angkat tangan untuk anak pertama saya.

Berbeda dengan psikolog anak yang januari lalu menenangkan hati saya, si dokter tumbuh kembang ini mengatakan dengan gamblang dan kalimat yang tidak mengenakkan untuk saya dengar :

"Anak ibu disleksia, dan sudah umur 9 tahun. kenapa baru dibawa sekarang? sudah terlambat untuk dilakukan terapi, paling saya bisa memberi terapi wicara. Anak ibu tidak akan berprestasi di sekolahnya, karena semakin meningkat sekolahnya tingkat kesulitannya pun akan bertambah. akan lebih susah untuk dia mengerti dan mengejar ketinggalannya" hancur hati saya saat mendengar saya telat mendeteksi disleksia anak saya.

"anak kedua ibu pun disleksia, karena bicaranya belum lancar untuk seumur dia. Ada ADHD pada mereka berdua karena dari tadi mereka tidak bisa diam dan tidak bisa menerima instruksi untuk duduk tenang. Untuk adiknya masih bisa terapi wicara dan terapi okupasi".

Dingin, gamblang, blak-blakan.

Tidak ada empati sama sekali.

So to this date, one month later, saya masih struggling dengan perasaan marah dan kecewa dari perlakuan dokter tumbuh kembang tersebut. setiap hari dalam sebulan terakhir, saya sedih dan menangis namun saya pun sadar harus kuat demi anak-anak. Terapi pun mulai kami lakukan, berharap akan membantu mereka somehow. 

To this day, it's still a struggle to know that my kids have dyslexia. It feels like i want to shout to the world that they are smart and brilliant kids.  A lesson i learned from that meeting was to always always to choose your words wisely. A nice word goes a long way.

to be continued

Komentar

Postingan Populer